Skip to main content

Film

Di Luar Kendali Mereka

Perjuangan Terapis Pijat Tunanetra Indonesia

Menurut Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia, hanya separuh dari semua orang Indonesia penyandang disabilitas yang bekerja. Bagi orang Indonesia yang tunanetra dan low vision, kesempatan kerja bahkan lebih terbatas lagi, dan pandemi COVID-19 telah mengintensifkan persaingan untuk pekerjaan tradisional seperti memijat dan menjual kerupuk. Karena persaingan baru dari panti pijat dan penjual kerupuk yang dapat melihat, terapis pijat tunanetra mulai bekerja sebagai pengamen, dengan risiko cedera di pasar dan jalanan yang ramai. Eka Setiawan, seorang aktivis tunanetra, mengatakan bahwa para advokat harus terus menuntut lebih banyak kesempatan profesi bagi orang Indonesia yang buta dan low vision. *Video termasuk deskripsi audio. *Baca bersama dengan mengklik tombol cc pada pemutar YouTube Anda.

Photo of Mahretta Maha.

Filmmaker: Mahretta Maha

Mahretta “Retta” Maha is a blind disability rights activist hailing from Jakarta, Indonesia. She is one of four children. Of all the children, Maha's parents prioritized sending Retta to college and eventually law school. She earned a law degree from Atma Jaya Catholic University of Indonesia. In June 2020, Maha became a program officer at the Center for Election Access of Citizens with Disabilities (PPUA), which is part of the National Coalition of Organizations of Persons with Disabilities. PPUA works to ensure equal rights for persons with disabilities to vote, be elected, and organize elections.

As a program officer at PPUA, Maha coordinates with coalition leaders, writes letters to institutions and stakeholders, organizes webinars, and helps manage social media accounts. Overall, Maha finds purpose in serving others. Maha says, “Blindness is not a barrier for you to do some things but is a challenge for you to do many things.”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *