Transcript for ‘Tidak Perlu Ditakuti’
Video dimulai dengan mobil dan sepeda motor yang melaju di jalan yang sibuk di depan gerbang masuk Desa Jongaya di Sulawesi Selatan, Indonesia. Sebuah spanduk besar dalam Bahasa Indonesia, menampilkan dua pria Indonesia, bergantung di gapura merah-putih di atas gerbang masuk Desa Jongaya, dan seorang pengendara sepeda motor memasuki desa itu. Kendaraan membunyikan klakson, dan musik piano lembut diputar di latar belakang sepanjang video.
Muncul teks hitam pada layar kuning bertuliskan, “Desa Jongaya adalah salah satu dari sedikit pemukiman kusta yang masih ada di Indonesia saat ini.” Suara kendaraan memudar.
Muncul teks hitam pada layar kuning bertuliskan, “Di masa lalu, penderita kusta dikarantina secara paksa, tetapi sekarang tidak ada lagi yang dipaksa untuk tinggal di Jongaya.”
Muncul teks hitam pada layar kuning yang sama bertuliskan, “Banyak yang memutuskan untuk pindah ke sini setelah mengalami diskriminasi di masyarakat mereka sendiri.”
Muncul Rahimi Daeng Rani, seorang pria Indonesia yang pernah mengalami kusta. Rani mengenakan topi sholat merah-putih, duduk di sebuah ruangan dan berbicara ke kamera dalam Bahasa Indonesia: ” Jadi orang tua tinggal di bangsal dulu, sewaktu ada bangsal di rumah sakit Jongaya..”
Muncul gambar bergerak ke arah enam pria Indonesia yang duduk di luar sebuah bangunan dengan grafiti di bagian luarnya. Seorang gadis Indonesia berjalan ke arah para pria tersebut. Suara Rahimi melanjutkan, ” Umur SD, ada belang-belang warna putih dipaha dan dilengan.” Orang-orang berbicara tidak terlihat kamera.
Muncul Rahimi yang berbicara di dalam ruangan, ” Disitu orang tua saya berkata, “kamu berobat karena kamu ada belang-belang warna putih”. Nah, dari situ, SD saya langsung dibawa ke puskesmas sama orang tua.” Orang-orang berbicara dan tertawa tidak terlihat di kamera.
Muncul seekor kucing oranye yang duduk di gang sempit di antara rumah-rumah dengan atap logam bergelombang berkarat. Kucing itu mengangkat kaki kanan dan menggaruk diri sendiri.
Muncul Rahimi berbicara, ” Saya masuk di sini, di Jongaya itu saya senang karena semua orang bagus, ramah-ramah, kita sama-sama orang yang disabilitas”
Muncul seorang perempuan Indonesia, mengenakan jilbab hijau, berjalan menyusuri gang yang dipenuhi gantungan jemuran cucian. Terdengar suara anak-anak berbicara, dan seorang anak Indonesia, di jendela sebuah rumah di sebelah kiri, melambaikan tangan kepada wanita itu. Suara Rani berlanjut, ” Tidak ada yang campuri.”
Muncul Rahimi berbicara, ” Tapi kalau kita keluar di jalan, banyak orang, mobil-mobil [angkutan umum] tidak mau ambil kita orang-orang yang disabilitas yang kelihatan disabilitasnya.” Orang-orang berbicara tidak terlihat di kamera.
Muncul tangkapan layar multi-warna dari sebuah artikel berita Indonesia dengan judul dalam teks hitam mengatakan, “Stigma dan Diskriminasi Masih Menjadi Tantangan bagi Eliminasi Kusta di Indonesia,” dalam Bahasa Indonesia. Bimo Aria Fundrika menulis artikel berita untuk “Suara.com,” yang diterbitkan pada 3 Februari 2022.
Muncul Rahimi berbicara, ” kan kalau seperti saya tidak kelihatan disabilitasnya, yang lain tidak diambil.” Orang-orang berbicara tidak terlihat di kamera.
Muncul gambar miring tiang telepon banyak kabel dari rumah-rumah di dekatnya. Sebuah rumah dengan dinding bata ada di sebelah kiri, dan seorang anak berbicara tidak terlihat di kamera.
Muncul Rahimi berbicara, ” Kalau saya lebih suka di sini karena orang dari luar saja sudah berani masuk di sini.”
Muncul seorang pengendara motor di sebuah gang. Sebuah sepeda motor yang diparkir bersandar pada atap seng berkarat di sebelah kanan, dan sebuah rumah berdinding bata di sebelah kiri. Seseorang berbicara tidak terlihat di kamera.
Muncul Rahimi berbicara, ” Tidak sama seperti dulu, orang-orang yang di luar itu tidak mau masuk di sini karena dulu di sini orang-orangnya terlalu didiskriminasi..”
Muncul gapura merah-putih dengan spanduk besar dalam Bahasa Indonesia, menampilkan dua pria Indonesia, tergantung di atas pintu gerbang Desa Jongaya.
Muncul Rahimi berbicara, ” Kalau Jongaya kita sebut itu ada sejarahnya juga, makanya yang di gerbang di luar itu semua masyarakat di sini melarang untuk dibongkar karena ada tulisan tahun Jongaya ada.” Orang-orang berbicara dan tertawa tidak terlihat di kamera.
Muncul anak-anak Indonesia yang bermain di luar rumah dua lantai dengan atap seng berkarat yang menghadap ke kali kecil yang memantulkan rumah tersebut. Seorang wanita Indonesia dengan rambut hitam sebahu mengawasi anak-anak.
Muncul Al Qadri, seorang pria Indonesia dan aktivis kusta yang pernah mengalami kusta. Dia berambut hitam pendek dan berkacamata, duduk di sofa abu-abu di sebuah ruangan dan berbicara ke kamera dalam Bahasa Indonesia dengan gerakan tangan, ” Saya berada di kompleks kusta ini karena adanya stigma dan diskriminasi terhadap orang yang mengalami kusta itu sekitar 20 tahun yang lalu. Itu betul betul. Stigma itu masih sangat kental, sangat kuat. Sehingga kalau ada orang, keluarga yang kena kusta itu, rata rata orang membuang keluarganya. ”
Muncul gambar close-up batu yang tergantung dari tali yang diikatkan ke kabel telepon pada hari yang cerah di luar.
Muncul Qadri berbicara di dalam ruangan dengan gerakan tangan, ” Bikinkan rumah rumah atau dia dipisahkan dari keluarganya. Olehnya itu, saya berinisiatif untuk meninggalkan keluarga karena pemahaman masyarakat bahwa kusta itu adalah aib. Jadi kalau ada keluarga yang kena kusta, maka yang perempuan tidak ada yang mau lamar, dengan laki laki tidak ada yang mau terima lamarannya. Itu yang membuat saya sehingga berada di kompleks ini, saya tinggalkan keluarga.”
Muncul gambar kamera bergerak pada apartemen satu kamar berlantai semen dengan barang-barang rumah tangga dan perabotan. Seorang gadis Indonesia dengan rambut hitam pendek duduk di tempat tidur kecil di sudut kiri.
Muncul Qadri berbicara, “Setelah saya putuskan untuk meninggalkan keluarga, saya memang mencari perkampungan yang cocok buat saya.”
Muncul gambar gerakan lambat seorang pria Indonesia yang berjalan menyusuri gang dengan sinar matahari yang terang mengaburkan wajahnya. Sebuah jemuran ada di sebelah kanan, seprai putih menutupi sepeda motor yang diparkir di sebelah kiri, dan kendaraan yang diparkir di sebelah kiri.
Munucl Qadri berbicara dengan gerakan tangan, ” Saya mendatangi beberapa perkampungan saya dari Lerang, Kabupaten Bone. Saya pergi ke tempat tempat di Kodya Pare-Pare dan terus beberapa perkampungan lainnya. Di tempat tempat tersebut tidak ada pekerjaan. Saya tidak merasa cocok karena disana hanya bertani dan batu merah.”
Muncul seorang pria Indonesia, mengenakan topi baseball cokelat, mengendarai sepeda motor yang menempel pada gerobak makanan. Sebuah kali kecil dan rumah-rumah dengan atap logam bergelombang berkarat berada di latar belakang. Suara Qadri melanjutkan, ” Sedangkan tangan seperti saya, kalau bekerja bekerja untuk batu merah, buat batu merah itu bisa tambah rusak.
Muncul Qadri yang berbicara dengan gerakan tangan, ” Nah akhirnya saya berada di Jongaya ini, saya mendapatkan pekerjaan sebagai tukang parkir. Di situ membuat saya tertarik sehingga saya apa lagi Namanya, mau berdomisili disini di Jongaya.”
Muncul kendaraan dan pengendara sepeda motor yang melintas di jembatan rendah di atas kali penuh sampah. Sebuah truk pick-up dan minivan yang diparkir saling berhadapan di jalan. Seorang wanita Indonesia mengenakan jilbab biru berjalan di tepi kali.
Muncul Qadri yang berbicara dengan gerakan tangan, ” Kalau dulu saat awal awal saya di sini, khususnya yang memang kelihatan butuh butuh fokus dan itu itu cukup banyak, yah ada sekitar 500an orang yang mengalami kusta dan mengalami kerusakan organ atau disabilitas seperti saya juga cukup banyak waktu itu.”
Muncul gambar pemakaman dengan batu nisan dari semen. Beberapa sepeda motor yang diparkir di dekat pemakaman, dikelilingi oleh pepohonan. Suara Qadri berkata, ” Tapi seiring dengan waktu, yang sudah tua meninggal, yang ada disabilitas juga sudah meninggal.”
Muncul gambar close-up, gambar miring dari tulisan pada dua nisan abu-abu yang masing-masing bertuliskan, “CANHOWAY RABU-22-11-2000,” dan “JAP YON LIEN 27-10-72″. Suara Qadri melanjutkan, ” Sehingga sekarang ini kalau kita melihat itu, presentase yang mengalami kerusakan organ atau disabilitas itu sudah sangat kecil.”
Muncul Qadri yang berbicara dengan gerakan tangan, ” Kalau saya tidak salah, hanya sekitar 200 yang mengalami kerusakan organ seperti saya. Tapi orang yang pernah mengalami kusta masih sangat banyak ada sekitar 450 orang. Tapi kalau dibandingkan dengan warga di sini, itu sangat kecil warga disini sudah ada sekitar 1300 lebih jiwa.”
Muncul dengan gerobak makanan berwarna biru dan kuning berjalan jalan kotor dan seorang pria Indonesia dengan rambut hitam pendek berjalan di belakang gerobak makanan tersebut. Sepeda motor yang diparkir berada di latar depan kiri, dan tanaman rumah tergeletak di jalan tanah di latar belakang. Seorang pengendara sepeda motor yang membawa penumpang bergerak di sudut jalan di latar depan, dan bel berbunyi tidak terlihat kamera. Qadri melanjutkan, ” Informasi belum sampai ke masyarakat secara benar tentang penyakit ini. Sehingga, masih banyak orang yang mengalami kusta itu cenderung menyembunyikan diri..”
Muncul Qadri berbicara dengan gerakan tangan, “Dan ketika dia mengalami kusta, menyembunyikan diri, dia tidak berobat, maka dia sangat berpeluang untuk menularkan ke orang lain.”
Muncul seorang wanita Indonesia dan seorang anak yang duduk di sebuah gang di samping sebuah rumah. Di atas mereka dan di depan mereka ada dua jemuran yang penuh. Dua anak Indonesia berjalan ke arah dua orang yang sedang duduk.
Muncul Qadri berbicara dengan gerakan tangan, ” Orang awam itu kan mereka mengidentik kusta seperti ini dia bilang itu kusta adalah jari jari yang keriting, jari jari yang puntung, tubuh yang penuh luka, kaki yang penuh luka, muka yang kayak monster dan sebagainya dan sebagainya.”
Muncul gambar bergerak di atas sebuah kali yang dibatasi oleh rumah-rumah kecil dengan atap logam bergelombang berkarat. Suara Qadri melanjutkan, ” Itu sebenarnya salah paham.
Karena penyakit kusta itu penyakit yang sangat simpel. ”
Muncul Qadri yang berbicara dengan gerakan tangan, “Penyakit yang menular, memang menular. Tapi penyakit yang paling sulit untuk menular. ”
Muncul foto close-up bekas luka kusta di bahu kanan seseorang.
Muncul to Qadri berbicara dengan gerakan tangan, “Kusta ini hanya baru berawal dari bercak-bercak di kulit disertai kurang rasanya, hanya berawal dari situ. Tapi karena bercak di tubuh itu yang tidak disertai gatal dan sebagainya, sehingga orang lalu bercak itu diabaikan dan tidak dihiraukan. Sehingga kuman yang ada di balik bercak itu, itu yang menggerogoti saraf saraf yang ada.”
Muncul gambar miring dari sepeda berkarat yang ada di atas rumah kecil dengan atap logam bergelombang berkarat. Sebuah tiang telepon dengan banyak kabel dari rumah-rumah di dekatnya memotong atap rumah kecil itu. Batu bata merah, dua kursi plastik putih, dan barang-barang lainnya mengelilingi rumah di luar.
Muncul Qadri yang berbicara dengan gerakan tangan, “Saya di sini berhadapan dengan semua yang ada di sini. Itu andaikata kuman saya masih aktif, tentu semuanya tertular oleh teman saya. Semuanya tertular oleh teman saya. ya di sini, berhadapan langsung dengan semua orang di sini. Jika bakteri saya masih aktif, pasti mereka akan menginfeksi teman-teman saya.”
Muncul gambar bergerak dari jendela sebuah ruangan kecil dengan tiga tempat tidur kayu. Beberapa pakaian tergeletak di atas setiap tempat tidur. Suara Qadri melanjutkan, ” Berapa orang dalam ruangan tertular? Akan tetapi, siapa yang bisa menjadi sakit? Itu yang sangat kecil.
Pertama tama bahwa memang harus diekspos lebih besar bagaimana supaya masyarakat betul betul bisa memahami penyakit ini. Itu yang pertama.”
Muncul Qadri yang berbicara dengan gerakan tangan.
Muncul pengendara sepeda motor dan seorang penumpang wanita Indonesia, mengenakan jilbab biru, memasuki Desa Jongaya. Pengendara sepeda motor kedua dengan penumpang dan bagasi berisi kendi air memasuki desa. Suara Quadri berlanjut, ” Mencapai bahwa apa lagi namanya itu.”
Muncul Qadri yang berbicara dengan gerakan tangan, ” untuk mengurangi masalah penyakit ini, itu yang paling utama. Terus, melibatkan mereka orang yang pernah mengalami kusta. kalau dia tidak mau melibatkan diri, maka kita harus memaksa untuk terlibat sebagai testimoni untuk menyadarkan masyarakat bahwa penyakit ini tidak perlu ditakuti, bahwa betul betul bisa disembuhkan. ”
Perlahan muncul teks hitam dengan garis tepi kuning pada layar hitam yang bertuliskan, “Hak Cipta – @2022 HWDI. Semua hak cipta dilindungi undang-undang.”
Perlahan muncul teks hitam dengan garis tepi kuning pada layar hitam yang bertuliskan, “Dibuat dengan dukungan dari Proyek Keadilan Disabilitas dan Dana Hak Disabilitas.” Logo Proyek Keadilan Disabilitas adalah huruf “D” besar berwarna kuning dengan tombol putar hitam di tengahnya untuk menandakan video bercerita, dan teks putih bertuliskan “Proyek Keadilan Disabilitas” di kiri bawah. Logo Disability Rights Fund – kotak putih dengan teks hitam bertuliskan, “Disability Rights Fund” – berada di kanan bawah layar.